Kamis, 10 Mei 2012

PENGARUH MEDIA COMPIC ( Computerized Pichtographs for Communication ) TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI NONVERBAL ANAK AUTIS DI SLB HARMONY SURAKARTA TAHUN AJARAN 2011 / 2012


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Setiap makhluk hidup selalu mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan  menurut (Nelson, 1998; Moersintowarti, 1991, 1993; Mustarsid, 1993; Djauhar Ismail, 1993 ) adalah  :
Bertambahnya ukuran berbagai organ tubuh ( fisik ) yang disebabkan oleh peningkatan ukuran masing – masing sel dalam kesatuan sel yang membentuk organ tubuh atau bertambahnya jumlah keseluruhan sel atau keduanya. Beberapa sumber mendefinisikan pertumbuhan sebagai bertambahnya ukuran fisik dan struktural tubuh, dalam arti sebagian atau keseluruhan, karena adanya multiplikasi sel dan atau karena bertambahnya sel / sifatnya kuantitatif  (Abdul Salim. 2007, hal. 51 ).

Sedangkan perkembangan menurut ( Nelson, 1988, Moersintowarti, 1991, 1993) adalah:
Bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks, dalam pola yang teratur dan dapat diperkirakan sebagai hasil dari proses diferensiasi sel dan jaringan tubuh, organ dan sistemnya yang dapat terorganisasi sedemikian rupa sehingga masing – masing dapat berfungsi ( sifatnya kualitatif ). Perkembangan merupakan suatu proses pematangan majemuk yang berhubungan dengan diferensiasi bentuk atau fungsi termasuk perubahan sosial dan emosi ( Suharti Agusman, Samsudin, 1985; Sudianto, 1985 ).
Dengan demikian proses perkembangan termasuk berhubungan dengan aspek nonfisik seperti kecerdasan, tingkahlaku ( Jack Insley, Ahmad Suryono, Cet. 2005 dalam Abdul Salim. 2007, hal. 70 – 71 ).
Dalam proses pertumbuhan dan perkembangan anak kadangkala mengalami gangguan baik pada saat masa kandungan ( prenatal ), proses kelahiran (natal ) dan setelah  kelahiran ( post natal ). Pertumbuhan dan perkembangan yang dialami anak merupakan rangkaian perubahan yang teratur dari satu tahap ke tahap berikutnya, yang secara keseluruhan dimulai sejak terjadinya konsepsi dalam kandungan ibu, yang secara berkelanjutan makin lama semakin dapat diamati secara jelas setelah anak lahir ke dunia   ( Moersintowarti, 1991, 2004 dalam Abdul Salim. 2007, hal. 45 ). Gangguan perkembangan ini semakin kompleks karena adanya perubahan gaya hidup masyarakat maupun kemajuan tekhnologi. Gangguan yang terjadi pada anak sangat beragam. Salah satu gangguan perkembangan yang saat ini menjadi perhatian utama adalah autisme.
Autisme dalam istilah kedokteran dan psikologi termasuk dalam gangguan perkembangan  perfasif yang ditandai dengan adanya distorsi perkembagan fungsi psikologis dasar majemuk, seperti perkembangan berbahasa, perilaku dan gerakan motorik. Tidak mengherankan jika penderita autisme mengalami gangguan dalam menjalankan fungsi kognitif, emosi dan psikomotorik.
Salah satu masalah pada anak autis yaitu masalah komunikasi. Komunikasi adalah pengiriman pesan atau informasi dari komunikator ( orang yang mengirimkan pesan ) kepada komunikan ( orang yang menerima pesan). Agar informasi yang disampaikan oleh komunikator dapat diterima atau dipahami secara benar oleh komunikan, pesan yang berupa pikiran atau ide lebih dahulu harus diubah menjadi lambang- lambang berupa gerakan, sinar, suara atau bahasa. Dalam pengubahan informasi menjadi lambang – lambang tersebut dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu lambang verbal maupun nonverbal. Tujuan komunikasi adalah untuk mengungkapkan keinginan, mengekspresikan perasaan dan bertukar informasi. 
Komunikasi informasi dapat menggunakan berbagai cara seperti tanda atau isyarat jari, gerak – gerik tubuh, bendera, peuit, dan bunyi – bunyian. Dari berbagai cara komunikasi informasi tersebut yang paling efektif dan lengkap adalah dalam bentuk bahasa yang diucapkan atau diartikulasikan ( S. Wodjowasito, 1976: p 25 dalam Abdurrachman, Muljono. 1994, hal. 153). Agar komunikasi informasi dapat berlangsung efektif ada 4 komponen komunikasi yang harus berfungsi dengan baik, yaitu suara, artikulasi, kelancaran, dan kemampuan bahasa.
Pada anak autis ditemukan tidak semuanya dapat berbahasa verbal, bahkan ada yang sampai dewasa hanya dapat berbahasa nonverbal ( Farida, 2007, h.29 ). Keterbatasan pada anak autis meliputi anak autis dengan komunikasi nonverbal, dimana anak dapat berbicara tetapi belum tentu dapat berkomunikasi. Berkaitan dengan hal tersebut Baron dan Bolton ( 1994, h.14 ) mengatakan bahwa anak autis mempunyai masalah atau gangguan dalam komunikasi seperti perkembangan bahasa yang lambat atau sama sekali tidak ada, sulit berbicara, penggunaan kata – kata yang tidak sesuai artinya. Lebih lanjut Baron dan Bolton menjelaskan bahwa anak autis sebagian tidak berbicara ( nonverbal ) atau sedikit bicara ( kurang verbal ) sampai usia dewasa. Sehingga mereka sulit untuk melakukan komunikasi dengan orang disekitarnya. Anak autis yang nonverbal adalah anak autis  yang tidak bisa berkomunikasi dengan berbahasa dan berbicara, tidak bisa mengerti  bahasa gerak  atau isyarat sehingga tidak dapat mengekspresikan keinginannya dengan gerak atau isyarat ( Budhiman, 2003, h.3). Keterbatasan komunikasi pada anak autis nonverbal dan kemampuan melakukan komunikasi yang efektif bagi anak autis nonverbal sangat penting. Anak autis mempunyai keterbatasan yang ditunjukan dengan tidak mampu mengungkapkan diri secara efektif, merasa tertekan untuk dapat ekspresi, sehingga seringkali merasa frustasi bila tidak bisa mengerti keinginannya. Hal  ini sesuai dengan pendapat Siegell ( 1996, h.25 ) bahwa gangguan perkembangan bicara atau bahasa pada anak autis sering membuat mereka frustasi karena masalah komunikasi. Keterbatasan dalam menangkap pesan yang disampaikan orang lain, dan kesulitan dalam merespon atau menjawab percakapan serta keterbatasan dalam mengungkapkan atau mengekspresikan diri akan keinginannya membuat mereka tertekan. Oleh karena itu perlu dilakukan intervensi untuk membantu anak autis dalam berkomunikasi.
Gemah ( 2004, hal 7 ) mengatakan bahwa banyak anak autisme memperoleh hasil  lebih baik bila belajar menggunakan pendekatan visual ( penglihatan ). Belajar secara visual memudahkan anak autisme untuk dapat berkonsentrasi dan memahami sesuatu, misalnya dengan melihat benda yang konkrit, foto berwarna, gambar atau simbol.   
  Karakteristik anak autis dalam belajar yaitu mudah memahami dan mengingat berbagai hal yang diraba (visual learning atau visual thinking) dan mudah memahami berbagai hal yang dialami (hands on learner). Oleh karena itu penggunaan alat bantu menggunakan strategi visual ( alat bantu visual ) dapat digunakan dalam mengajarkan ketrampilan komunikasi. Salah satu strategi visual yang dapat digunakan untuk membantu anak autis berkomunikasi adalah media compic. Compic sebagai salah satu alat bantu komunikasi yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi non verbal anak autis. Compic menekankan pemahaman dan kemampuan berkomunikasi anak autis melalui gambar.
Autisme merupakan gangguan perkembangan berat yang antara lain mempengaruhi cara seseorang untuk berkomunikasi dan berhubungan dengan orang lain. Penyandang autis tidak dapat berkomunikasi dengan orang lain secara efektif yang berarti karena ketidakmampuan untuk berkomunikasi secara verbal maupun nonverbal. Oleh karena itu, fokus penelitian ini adalah “ Pengaruh Penerapan Media Compic Terhadap Kemampuan Komunikasi Nonverbal Anak Autis”.

B.     Identifikasi Masalah
Berdasarkan pada latar belakang masalah yang telah peneliti uraikan di atas  dapat dikemukakan identifikasi masalah-masalah sebagai berikut :
1.    Berdasarkan dari berbagai hasil penelitian bahwa sebagian penderita autis mengalami gangguan berbahasa atau masalah komunikasi. Keterbatasan anak autis meliputi anak autis dengan komunikasi nonverbal. Dimana anak autis dapat berbicara tetapi belum tentu dapat berkomunikasi.
2.      Penggunaan suatu metode yang digunakan oleh guru atau terapi dalam melakukan komunikasi dengan anak autis  kurang tepat. Hal ini diketahui bahwa penggunaan media lebih cenderung memusatkan perhatian anak daripada melatih anak autis untuk berkomunikasi secara verbal. Sehingga perlu adanya media yang menarik perhatian anak autis agar mampu melakukan komunikasi.
3.       Kemampuan komunikasi anak autis belum maksimal. Penggunaan bahasa verbal cenderung dilakukan melalui perintah tanpa disertai penggunaan bahasa nonverbal yang tidak mengerti maknanya.
C.    Pembatasan Masalah
Tidak semua masalah yang telah diuraikan dimuka akan diteliti. Oleh karena berbagai keterbatasan dan untuk menghindari salah tafsir terhadap objek yang diteliti serta agar penelitian ini lebih terfokus pada apa yang menjadi tujuan penelitian, maka peneliti membatasi pada permasalahan sebagai berikut:
1.      Kemampuan komunikasi nonverbal yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hasil dari pengukuran tiga perlakuan meliputi : baseline ( pengukuran awal), treatment ( perlakuan ), post treatment (seteleh perlakuan ) dan evaluasi ( pengukuran terakhir setelah perlakuan ).
2.    Pengaruh penerapan Media Compic yang dimaksud disini adalah seberapa jauh  Media Compic memberi pengaruh terhadap kemampuan komunikasi anak autis yang berfokus pada komunikasi nonverbal.
3.      Subjek penelitian adalah dua  orang laki – laki atau perempuan yang didiagnosa autis nonverbal.

D.    Perumusan  Masalah
     Dalam suatu penelitian ilmiah, hal penting yang pertama kali harus dilakukan adalah merumuskan masalah. Hal ini dikarenakan perumusan masalah menjadi suatu acuan mengenai hal atau objek apa yang akan diteliti untuk ditemukan jawabannya. Pada hakikatnya seorang peniliti sebelum menentukan judul dalam suatu penelitian maka harus terlebih dahulu menentukan rumusan masalah, dimana masalah pada dasarnya adalah suatu proses yang mengalami halangan dalam mencapai tujuan, maka harus dipecahkan untuk mencapai tujuan suatu penelitian. (Soerjono Soekanto, 2006: 109).
Untuk memperjelas agar permasalahan yang ada nanti dapat dibahas dengan lebih terarah dan sesuai dengan sasaran yang diharapkan, maka penulis telah merumuskan permasalahan sebagai berikut:
Apakah Penerapan Media Compic Berpengaruh Terhadap Kemampuan Komunikasi Nonverbal Anak Autis?”

E.     Tujuan Penelitian
     Berdasarkan perumusan masalah yang telah dinyatakan sebelumnya, maka untuk mengarahkan suatu penelitian diperlukan adanya tujuan dari suatu penelitian. Tujuan penelitian dikemukan secara deklaratif dan merupakan pernyataan-pernyataan yang hendak dicapai dalam penelitian tersebut. (Soerjono Soekanto, 2006: 118-119).
Sesuai dengan rumusan masalah yang disampaikan di atas maka penelitian ini bertujuan :
“ Untuk Mengetahui  Pengaruh Penerapan Media  Compic Terhadap Kemampuan Komunikasi Nonverbal Anak Autis”.

F.     Manfaat Penelitian
Salah satu faktor pemilihan masalah dalam penelitian ini bahwa hasil penelitian ini dapat bermanfaat karena nilai dari sebuah penelitian ditentukan oleh besarnya manfaat yang dapat diambil dari adanya penelitian tersebut. Suatu penelitian yang berhasil adalah penelitian yang dapat memberi manfaat  baik secara praktis maupun teoritis, yang meliputi:
1.      Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis yaitu manfaat dari penulisan yang berkaitan dengan pengembangan ilmu psikologi terutama dalam psikologi perkembangan dan psikologi klinis. Dalam penulisan ini mempunyai manfaat teoritis sebagai berikut:
a.       Dengan penelitian ini dapat diketahui peran dari media compic dalam usaha membantu komunikasi anak autis nonverbal.
b.      Dalam penelitian ini dibahas hal – hal tentang penggunaan media compic sebagai alat atau media dalam kemampuan komunikasi nonverbal, sehingga dengan demikian dapat memperkaya penelitian – penelitian dalam bidang psikologi.
2.      Manfaat Praktis
Manfaat praktis yaitu manfaat dari penulisan ini yang berkaitan dengan pemecahan masalah. Dalam penulisan ini mempunyai manfaat praktis dari sebagai berikut :
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi para orangtua, terapis, guru, dan para ahli yang terlibat dalam penanganan autis tentunya dalam meningkatkan kemampuan komunikasi non verbal melalui penggunaan media compic.
 
BAB II
KAJIAN TEORI
1.      Tinjauan Tentang Pengertian Media Compic
a.      Pengertian Media Compic
Compic (Computer Picture) adalah bagian dari sistem komunikasi yang diperluas yang terdiri dari perbendaharaan gambar sekitar 1800 buah gambar hasil kreasi dengan computer, masing-masing memiliki asosiasi dengan sebuah kata atau frasa. Compic setingkat lebih tinggi dari gambar biasa dan mampu mewakili tingkat selanjutnya dalam pengertian abstrak (Compic Development Assosiation Inc. 1992). Compic semula merupakan media pengajaran bahasa dan bicara anak yang dibuat oleh para ahli terapi bicara, ahli grafis dan para ahli computer di Melbourne, ibu kota bagian Victoria-Australia. Orang tua yang anaknya mengalami kesulitan berkomunikasi banyak yang mulai menggunakan Compic.
Adapun yang disebut compic menurut “compic development associations inc”    ( 1994 ) adalah bagian dari sistem komunikasi yang diperluas, yang terdiri dari perbendaharaan sekitar 1800 buah gambar hasil kreasi dengan menggunakan computer, yang memiliki asosiasi dengan sebuah kata (www. what’s compics. com).
Selain Computer Picture pengertian Compic antara lain: Computer Pictographs for Communication atau Computerized Pictograph. Pictographs atau dalam bahasa Indonesia disebut piktografi merupakan dasar penggunaan compic di Negara asalnya Australia.  Piktograf adalah symbol atau tanda dengan gambar yang sejak tahun 4000 SM telah dipakai dalam sistem tulisan kuno seperti: Mesir, Romawi, Yunani dan Jepang.
Gambar Compic sederhana dan mudah dibuat tersedia dalam enam jenis ukuran sesuai kebutuhan sehingga dapat dibuat untuk bermacam-macam aplikasi. Selain untuk anak-anak dan orang dewasa yang mengalami kesulitan berkomunikasi, gambar-gambar . Compic dapat juga dipakai oleh anak Taman Kanak-kanak untuk memperkenalkan perbendaharaan kata dan perintah/ petunjuk. Dengan memakai Compic bukan berarti guru menyerah bila anak tidak bicara atau membaca karena Compic merupakan bantuan visual sehingga pemahaman terhadap bahasa yang disampaikan secara verbal dapat lebih jelas, terutama untuk kata-kata atau perintah yang disampaikan secara verbal dapat lebih jelas, terutama untuk kata-kata atau perintah yang abstrak.
Dari pengertian di atas dapat penulis simpulkan bahwa : compic merupakan bagian dari sistem komunikasi yang diaplikasikan ke dalam bentuk gambar hasil dari kreasi komputer, kemudian diasosiasikan melalui sebuah kata atau frase yang berfungsi sebagai alat bantu pembelajaran dalam ketrampilan membaca, menghafal kalimat atau benda, pemusatan perhatian dan kemampuan berbicara.

b.      Kelebihan Penggunaan Media Compic
Gambar Compic sederhana dan mudah dimengerti, dengan demikian diharapkan dapat menjadi alat peraga/ media komunikasi yang efektif. Compic digunakan untuk: Menunjukkan suatu benda, mengucapkannya, atau membacanya; Menunjukkan keadaan atau situasi; Mengemukakan keinginan/ perintah; Mengemukakan suatu pilihan; Mengemukakan perasaan; Menceritakan sesuatu; Membuat jadwal kegiatan; Membuat lembar latihan.
Tahap-tahap memperkenalkan Compic: Dapat mengenali suatu benda; Dapat mencocokkan benda dengan benda; Dapat mencocokkan benda dengan foto; Dapat mencocokkan benda dengan gambar; Dapat mencocokkan benda dengan Compic; Siap untuk memakai Compic; Aplikasi Compic: Labeling (Memberi nama); Matching (Mencocokkan); Sorting (Memilih); Urutan Menyatakan pilihan; Permainan (Domino); Poster; Jadwal; Kalimat/cerita; Membuat Peta; Peraturan; Lembar Latihan.
Compic dirancang khusus untuk anak - anak berkebutuhan khusus dan diprogramkan dengan baik agar dapat digunakan oleh setiap individu baik anak – anak maupun dewasa. Compic dapat digunakan sebagai alat bantu dalam pembelajaran ketrampilan dalam membaca, menghafal kalimat, menghafal benda, pemusatan perhatian, serta kemampuan membaca.
Compic adalah sumber daya komunikasi yang dikembangkan di Australia, compic dikembangkan sebagai komunikasi augmentatif  yang dapat digunakan dalam berbagai situasi termasuk di sekolah, rumah sakit dan komunitas (www. Scopeciv.org).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa : penggunaan gambar atau simbol sangat membantu sebagai jembatan komunikasi bagi anak autis nonverbal. Penggunaan compic sebagai media atau strategi visual diharapkan dapat membantu komunikasi anak autis nonverbal sehingga mereka bisa melakukan komunikasi bahkan bisa membantu mereka untuk berbicara atau menggunakan suara.

2.      Tinjauan Tentang Pengertian Kemampuan Komunikasi Non Verbal
a.      Pengertian Kemampuan Komunikasi
Kegiatan yang akan terus menerus dilakukan manusia di sepanjang hidupnya adalah berkomunikasi. Komunikasi memang merupakan kebutuhan dasar manusia. Dengan komunikasi orang menyampaikan keinginannya, baik secara langsung maupun tidak langsung, verbal maupun non verbal. Bahkan untuk orang yang memiliki keterbatasan sekalipun, komunikasi tetap penting adanya.
Dredge dan Croswhite ( 1986, h.52 ) menjelaskan komunikasi sebagai proses dua arah yang melibatkan seseorang yang memberi pesan dan orang lain yang menerima dan bertingkahlaku sesuai pesan tersebut. Lebih lanjut Bondy dan Frost ( 2002, h.25 ) mengatakan bahwa tujuan komunikasi adalah untuk mengungkapkan keinginan, mengekspresikan perasaan dan bertukar informasi.
Dari pengertian diatas disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi dapat mengarahkan seseorang untuk bertindak sesuai kemauannya dalam mengekspresikan semua hal yang dialaminya. 
b.      Pengertian Komunikasi
Jika ditinjau dari asal kata, komunikasi ( communication) berasal dari kata Latin communication dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama  di sini maksudnya adalah sama makna. Untuk mendapatkan komunikasi yang efektif maka haruslah ada persamaan makna, persamaan persepsi, antara pemberi pesan dengan penerima pesan. Dalam menyamakan persepsi perlu adanya stimulus dari penggunaan lambang – lambang verbal agar menimbulkan respon tertentu. 
Hovland, Janis, dan Kelly,mendefinisikan komunikasi sebagai “ the process by wich an individual ( the communicator ) transmits stimuli ( usually verbal) to modify the behavior of other individuals ( the audience)” (1953: 12). Dance mengartikan komunikasi dalam kerangka psikologi behaviorisme sebagai “ usaha menimbulkan respon melalui lambang – lambang verbal”, ketika lambang-lambang verbal tersebut bertindak sebagai stimuli. Lambang – lambang verbal yang dimaksudkan ialah bahasa dan pengucapan sebuah kata.
Raymond S. Ross ( 1974 : b7) mendefinisikan komunikasi sebagai : proses transaksi yang meliputi pemisahan, dan pemilihan bersama lambang secara kognitif, begitu rupa sehingga membantu orang lain untuk mengeluarkan dari pengalamannya sendiri arti respon yang sama dengan yang dimaksud oleh sumber.
Dalam kamus psikologi, Dictionary of Behavioral Science, menyebutkan enam pengertian komunikasi :
1)      Penyampaian perubahan energi dari satu tempat ke tempat yang lain seperti dalam sistem saraf atau penyampaian gelombang – gelombang suara.
2)      Penyampaian atau penerimaan signal atau pesan oleh organisme.
3)      Pesan yang disampaikan
4)      (Teori Komunikasi ). Proses yang dilakukan satu sistem untuk mempengaruhi sistem yang lain melalui pengaturan signal- signal yang disampaikan
5)      (K.Lewin ). Pengaruh satu wilayah personal pada wilayah personal yang lain sehingga perubahan dalam sau wilayah menimbulkan perubahan yang berkaitan pada wilayah lain.
6)      Pesan pasien kepada pemberi terapi dalam psikoterapi. ( Wolman, 1973: 69 dalam  Rakhmat, Jalaludin. 1989, hal 3 - 4).

Sosiologi mempelajari komunikasi dalam konteks interaksi sosial, dalam mencapai tujuan – tujuan kelompok. Colin Cherry ( 1964) mendefinisikan komunikasi sebagai “ usaha untuk membantu satuan sosial dari individu dengan menggunakan bahasa atau tanda. Hal 8
Berdasarkam uraian diatas dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah proses penyampaian pesan / informasi melalui penggunaan lambang – lambang bahasa verbal yang bertujuan untuk menyamakan persepsi antara penerima pesan dan pemberi pesan.

c.       Pengertian Komunikasi Non Verbal
Komunikasi non verbal adalah suatu pesan yang disampaikan oleh komunikator dengan menggunakan gerak isyarat tubuh dan anggota tubuh. Suatu komunikasi yang efektif jika penggunaan komunikasi verbal disertai dengan komunikasi nonverbal. Hal ini seperti dikemukakan oleh Mysak, 1980 ( Rogow, 1988 : 82) bahwa efektifitas komunikasi menggunakan ucapan akan lebih baik bila didukung oleh bahasa gerak tubuh, bahasa gerak tangan, bahasa gerak wajah, dan bahasa gerak mulut ( Hadi, Purwaka. 2007, hal.95 ).
Penggunaan komunikasi verbal sangat penting dalam melakukan komunikasi, seperti pendapat Dale G. Leathers ( 1976 : 4 – 7 ), penulis Nonverbal Comunication System,  menyebutkan enam alasan mengapa pesan nonverbal sangat penting:
1.      Faktor – faktor nonverbal sangat menentukan makna dalam komunikasi interpersonal.
2.      Perasaan dan emosi lebih cermat disampaikan lewat pesan nonverbal ketimbang pesan verbal.
3.      Pesan nonverbal menyampaikan makna dan maksud yang relatif bebas dari penipuan, distrosi, dan kerancuan.
4.      Pesan nonverbal mempunyai fungsi metakomunikatif yang sangat diperlukan untuk mencapai komunikasi yang berkualitas tinggi.
5.      Pesan nonverbal merupakan cara komunikasi yang lebih efisien dibandingkan dengan pesan verbal.
6.      Pesan nonverbal merupakan sarana sugesti yang paling tepat.
Menurut Leathers ( 1976: 33 ) membagi pesan nonverbal menjadi tiga kelompok besar: salah satunya pesan nonverbal visual; pesan kinesik:
Pesan kinesik yaitu penggunaan gerakan tubuh yang berarti, terdiri dari tiga komponen utama: pesan fasial, pesan gestural, dan pesan postural. Pesan fasial; penggunaan air muka untuk menyampaikan makna tertentu. Leathers menyimpulkan penelitian – penelitian tentang wajahsebagai berikut : 1). Wajah mengkomunikasikan penilaian dengan ekspresi senang atau tak senang, yang menunjukan apakah komunikator memandang objek penelitiannya baik atau jelek 2). Wajah mengkomunikasikan berminat atau tidak berminat pada orang lain atau lingkungan 3). Wajah mengkomunikasikan intensitas keterlibatan dalam suatu situasi 4). Wajah mengkomunikasikan tingkat pengendalian individu terhadap pernyataannya sendiri 5). Wajah barangkali mengkomunikasikan adanya atau kurangnya perhatian. Pesan gestural menunjukan gerakan sebagian anggota badan seperti mata dan tangan untuk mengkomunikasikan berbagai makna. Menurut Galloway, pesan gestural kita gunakan untuk mengungkapkan : 1) mendorong / membatasi 2) menyesuaikan / mempertentangkan 3) responsif / tak responsif 4) perasaan positif / negatif 5) memperhatikan / tidak memperhatikan 6) melancarkan / tidak reseptif 7) menyetujui / menolak. Pesan postural berkenaan dengan keseluruhan anggota badan. Postur ketika murid berhadapan dengan gurunya ( Rakhmat, Jalaludin. 1989, hal. 326 – 329 ).
Berdasarkam uraian diatas dapat disimpulkan bahwa komunikasi nonverbal adalah pesan yang disampaikan oleh seseorang kepada orang lain melalui gerak anggota tubuh,  bertujuan untuk menyampaikan suatu informasi melalui tanda atau isyarat tertentu yang diungkapkan melalui ekspresi yang berbeda – beda. Anak autis nonverbal memiliki keterbatasan dalam berkomunikasi, keterbatasan atau kesulitan ditunjukan dalam merespon instruksi atau menjawab pertanyaan serta keterbatasan dalam mengungkapkan atau mengekspresikan diri yang menyebabkan anak frustasi atau tertekan. Anak autis nonverbal menggunakan beberapa bentuk komunikasi yaitu motorik, gesture, vocalization, sign language, penggunaan objek atau foto serta gambar dan tulisan.
d.      Kemampuan Komunikasi Non Verbal Anak Autis
Pada anak autis ditemukan tidak semuanya dapat berbahasa verbal bahkan ada yang sampai dewasa hanya bisa berbahasa nonverbal.
Menurut Hetherington dan Parke ( 1986, h.103 ) ada dua kemampuan dasar dalam kemampuan komunikasi yaitu perkembangan kemampuan untuk memahami bahasa yang digunakan orang lain ( receptive language ) dan perkembangan kemampuan untuk memproduksi bahasa ( production language ).
Fungsi komunikasi yang paling penting adalah : ( Watson dkk, 1989):
1.      Meminta sesuatu. Fungsi ini dapat diekspresikan secara verbal maupun non verbal
2.      Meminta perhatian
3.      Menolak . Terkadang fungsi ini berkembang berlebihan dan dapat menjadi masalah bagi guru. Jika fungsi ini kurang berkembang, bahkan bisa menjadi masalah yang lebih besar bagi penyandang autisme.
4.      Membuat komentar ( tentang aspek – aspek yang terlihat di lingkungan saat itu )
5.      Memberi informasi ( tentang hal – hal yang tidak langsung terlihat, masa lalu, masa depan. Ini adalah konsep yang abstrak.
6.      Menanyakan informasi
7.      Mengungkapkan emosi.

Anak- anak penyandang autisme memiliki banyak emosi, bahkan emosi yang ekstrim. Jika mereka berbaring di sudut, menangis, atau terluka, mungkin mereka akan menunjukan emosi, tapi ini tidak sama dengan berkomunikasi dengan orang lain. Anak autis ingin berkomunikasi tetapi tidak tau caranya. Kita harus berusaha mengubah perilaku prakomunikatif  menjadi perilaku komunikasi yang nyata            ( Peeters, Theo. 2004, hal 83 – 84).
Komuniksi non verbal memiliki berbagai fungsi, yaitu:
1.      Untuk menekankan
2.      Untung melengkapiuntuk menunjukan kontradiksi
3.      Untuk mengatur
4.      Untuk mengulangi
5.      Untuk menggantikan pesan verbal ( Gumilar, gumgum. Komunikasi non verbal. Bahan ajar Komunikasi Lintas Budaya).
Lambang komunikasi dapat dibedakan menjadi lambang komunikasi umum, yaitu lambang komunikasi yang digunakan untuk tujuan umum dalam berbagai bidang kehidupan manusia, contohnya mimik, gerak- gerik, suara, bahasa, lisan dan tulisan. Sedangkan lambang komunikasi khusus hanya digunakan untuk tujuan – tujuan khusus, tertentu pada salah satu bidang kehidupan saja ( Vardiansyah, Dani.2004, hal. 62 ).
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi adalah kemampuan yang dimiliki  seseorang  dalam melakukan suatu proses hubungan dua arah atau interaksi baik secara verbal maupun nonverbal dengan menggunakan gambar, isyarat, simbol, ekspresi wajah atau tulisan.
3.      Tinjauan Tentang Pengertian Autis
a.             Pengertian Autis
Autis pertama kali diperkenalkan oleh Leo Kanner ( tahun 1943 ) dan berasal dari kata auto yang artinya sendiri. Istilah ini dimaksukan untuk menyebut anak yang memiliki kelainan dengan gejala adanya gangguan kualitas dalam interaksi sosial, komunikasi dan memiliki perilaku, minat serta kegiatan dengan pola yang dipertahankan dan di ulang – ulang (Abdul Salim. 2007, hal 160 ).
Menurut DSM IV ( Diagnostic and Statistical of Mental Disorders ke IV) autisme adalah gangguan interaksi sosial, gangguan komunikasi, serta perilaku repetitif dan stereotipik yang merupakan kumpulan gejala gangguan perkembangan ( Julia Maria, van Tiel. 2007, hal. 197 – 198 ).
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa autisme adalah merupakan gangguan perkembangan pervasif yang mencakup gangguan dalam bidang interaksi sosial, adanya gangguan pola perilaku, minat, kegiatan yang terbatas dan berulang, dan kelemahan dalam komunikasi verbal maupun nonverbal.
b.             Faktor Penyebab Autis
Penelitian yang dilakukan oleh Dr. Eric Courcheshe ( dalam Heather W., 2000) melakukan Magnetic Resonance Imaging atau MRI pada anak – anak penyandang autis dan menemukan adanya kelainan pada cerebellum atau otak kecil. Para pakar berpendapat bahwa kemungkinan besar disebabkan oleh karena kekurangan oksigen, infeksi, keracunan pada janin atau diturunkan secara genetik. Hal ini juga ditemukan bahwa ternyata cerebellum mempunyai pengaruh besar terhadap kemampuan bicara, pemusatan perhatian, emosi dan proses belajar anak (Abdul Salim. 2007, hal. 161 – 162 ).
Penelitian penting lainnya dilakukan oleh Dr. Margaret Bauman dan Dr. Thomas Kemper ( dalam Koegel R., 1996), mereka menemukan adanya gangguan spesifik di dalam cerebrum ( otak besar ). Gangguan tersebut terutama terjadi pada bagian sistem limbik yang disebut amygdala dan hippocampus. Akibat gangguan ini anak menjadi lebih emosional, cenderung agresif dan hiperaktif (Abdul Salim. 2007, hal. 162 ).
Pendapat lain menyebutkan bahwa autisme disebabkan oleh multifaktor yang berkaitan satu dengan yang lain, seperti genetik, abnormalitas fungsi pencernaan, polusi lingkungan, gangguan imunologi, gangguan metabolisme, gangguan pada masa kehamilan, abnormalitas susunan syaraf pusat, abnormalitas biokomiawi ( Widawati, 2003; Budi Santosa, 2005 dalam Abdul Salim. 2007, hal. 162 ).
Dari penelitian dan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa penyebab autis adalah karena ada kelainan pada otak, yaitu pada lobus parietalis, cerebellum, dan sistem limbik. Penyebab timbulnya kelainan pada otak diperkirakan oleh para ilmuwan seperti faktor genetika, infeksi virus, kekurangan gizi serta polusi udara dan air serta makanan yang diyakini sebagai faktor pemicu ( reinforcing factors ) yang terjadi pada fase pembentukan organ tubuh bayi selama masa kehamilan berusia 0 – 4 bulan, serta pada masa pertumbuhan organ otak yang terjadi setelah janin berusia 15 pekan.
c.              Karakteristik Autis
Karakteristik pada anak autis berbeda – beda tergantung dari gejala yang ditimbulkan. Akan tetapi tanda – tanda atau ciri – ciri yang dimilik sebagian besar anak autis seperti berikut;
Autisme ditandai oleh ciri – ciri utama, antara lain:
1.      Tidak peduli dengan lingkungan sosialnya
2.      Tidak bisa bereaksi normal dalam pergaulan sosialnya
3.      Perkembangan bahasa dan bicara tidak normal
4.      Reaksi atau pengamatan terhadap lingkungan terbatas atau berulang – ulang dan tidak padan
Ciri – ciri utama diatas cenderung dimiliki oleh anak autis. Anak autis mengalami masalah dalam hal bahasa dalam hal ini kemampuan komunikasi yang kurang. Berikut ini disebutkan ciri – ciri anak yang mengalami gangguan perkembangan dalam hal komunikasi- interaksi sosial- perilaku seperti:
1.      Perkembangan bicaranya terlambat atau sama sekali tidak berkembang
2.      Tidaka adanya usaha untuk berkomunikasi dengan gerak atau mimik muka untuk mengatasi kekurangan dalam kemampuan bicara
3.      Tidak mampu untuk memulai suatu pembicaraan atau memelihara suatu pembicaraan dua arah yanga baik
4.      Bahasa tidak lazim yang di ulang – ulang atau stereotip
5.      Tidak mampu untuk bermain secara imajinatif  ( Prasetyono, D.S.2008 )
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa karakteristik anak autis pada umumnya adalah mengalami kesulitan untuk berkomunikasi, penggunaan bahasa yang kurang yaitu pengungkapan bahasa verbal maupun nonverbal.