BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Setiap
makhluk hidup selalu mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan menurut (Nelson, 1998; Moersintowarti, 1991,
1993; Mustarsid, 1993; Djauhar Ismail, 1993 ) adalah :
Bertambahnya ukuran berbagai organ tubuh
( fisik ) yang disebabkan oleh peningkatan ukuran masing – masing sel dalam
kesatuan sel yang membentuk organ tubuh atau bertambahnya jumlah keseluruhan
sel atau keduanya. Beberapa sumber mendefinisikan pertumbuhan sebagai
bertambahnya ukuran fisik dan struktural tubuh, dalam arti sebagian atau
keseluruhan, karena adanya multiplikasi sel dan atau karena bertambahnya sel / sifatnya
kuantitatif (Abdul Salim. 2007, hal. 51
).
Sedangkan
perkembangan menurut ( Nelson, 1988, Moersintowarti, 1991, 1993) adalah:
Bertambahnya
kemampuan dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks, dalam pola yang
teratur dan dapat diperkirakan sebagai hasil dari proses diferensiasi sel dan
jaringan tubuh, organ dan sistemnya yang dapat terorganisasi sedemikian rupa
sehingga masing – masing dapat berfungsi ( sifatnya kualitatif ). Perkembangan
merupakan suatu proses pematangan majemuk yang berhubungan dengan diferensiasi
bentuk atau fungsi termasuk perubahan sosial dan emosi ( Suharti Agusman,
Samsudin, 1985; Sudianto, 1985 ).
Dengan
demikian proses perkembangan termasuk berhubungan dengan aspek nonfisik seperti
kecerdasan, tingkahlaku ( Jack Insley, Ahmad Suryono, Cet. 2005 dalam Abdul
Salim. 2007, hal. 70 – 71 ).
Dalam
proses pertumbuhan dan perkembangan anak kadangkala mengalami gangguan baik
pada saat masa kandungan ( prenatal
), proses kelahiran (natal ) dan
setelah kelahiran ( post natal ). Pertumbuhan dan perkembangan yang dialami anak
merupakan rangkaian perubahan yang teratur dari satu tahap ke tahap berikutnya,
yang secara keseluruhan dimulai sejak terjadinya konsepsi dalam kandungan ibu,
yang secara berkelanjutan makin lama semakin dapat diamati secara jelas setelah
anak lahir ke dunia ( Moersintowarti,
1991, 2004 dalam Abdul Salim. 2007, hal. 45 ). Gangguan perkembangan ini
semakin kompleks karena adanya perubahan gaya hidup masyarakat maupun kemajuan
tekhnologi. Gangguan yang terjadi pada anak sangat beragam. Salah satu gangguan
perkembangan yang saat ini menjadi perhatian utama adalah autisme.
Autisme
dalam istilah kedokteran dan psikologi termasuk dalam gangguan
perkembangan perfasif yang ditandai dengan adanya distorsi perkembagan fungsi
psikologis dasar majemuk, seperti perkembangan berbahasa, perilaku dan gerakan
motorik. Tidak mengherankan jika penderita autisme mengalami gangguan dalam
menjalankan fungsi kognitif, emosi dan psikomotorik.
Salah
satu masalah pada anak autis yaitu masalah komunikasi. Komunikasi adalah
pengiriman pesan atau informasi dari komunikator ( orang yang mengirimkan pesan
) kepada komunikan ( orang yang menerima pesan). Agar informasi yang
disampaikan oleh komunikator dapat diterima atau dipahami secara benar oleh
komunikan, pesan yang berupa pikiran atau ide lebih dahulu harus diubah menjadi
lambang- lambang berupa gerakan, sinar, suara atau bahasa. Dalam pengubahan
informasi menjadi lambang – lambang tersebut dapat dikelompokan menjadi dua,
yaitu lambang verbal maupun nonverbal. Tujuan komunikasi adalah untuk
mengungkapkan keinginan, mengekspresikan perasaan dan bertukar informasi.
Komunikasi
informasi dapat menggunakan berbagai cara seperti tanda atau isyarat jari,
gerak – gerik tubuh, bendera, peuit, dan bunyi – bunyian. Dari berbagai cara
komunikasi informasi tersebut yang paling efektif dan lengkap adalah dalam
bentuk bahasa yang diucapkan atau diartikulasikan ( S. Wodjowasito, 1976: p 25
dalam Abdurrachman, Muljono. 1994, hal. 153). Agar komunikasi informasi dapat
berlangsung efektif ada 4 komponen komunikasi yang harus berfungsi dengan baik,
yaitu suara, artikulasi, kelancaran, dan kemampuan bahasa.
Pada
anak autis ditemukan tidak semuanya dapat berbahasa verbal, bahkan ada yang
sampai dewasa hanya dapat berbahasa nonverbal ( Farida, 2007, h.29 ).
Keterbatasan pada anak autis meliputi anak autis dengan komunikasi nonverbal,
dimana anak dapat berbicara tetapi belum tentu dapat berkomunikasi. Berkaitan
dengan hal tersebut Baron dan Bolton ( 1994, h.14 ) mengatakan bahwa anak autis
mempunyai masalah atau gangguan dalam komunikasi seperti perkembangan bahasa
yang lambat atau sama sekali tidak ada, sulit berbicara, penggunaan kata – kata
yang tidak sesuai artinya. Lebih lanjut Baron dan Bolton menjelaskan bahwa anak
autis sebagian tidak berbicara ( nonverbal ) atau sedikit bicara ( kurang
verbal ) sampai usia dewasa. Sehingga mereka sulit untuk melakukan komunikasi
dengan orang disekitarnya. Anak autis yang nonverbal adalah anak autis yang tidak bisa berkomunikasi dengan
berbahasa dan berbicara, tidak bisa mengerti
bahasa gerak atau isyarat
sehingga tidak dapat mengekspresikan keinginannya dengan gerak atau isyarat (
Budhiman, 2003, h.3). Keterbatasan komunikasi pada anak autis nonverbal dan
kemampuan melakukan komunikasi yang efektif bagi anak autis nonverbal sangat
penting. Anak autis mempunyai keterbatasan yang ditunjukan dengan tidak mampu
mengungkapkan diri secara efektif, merasa tertekan untuk dapat ekspresi,
sehingga seringkali merasa frustasi bila tidak bisa mengerti keinginannya.
Hal ini sesuai dengan pendapat Siegell (
1996, h.25 ) bahwa gangguan perkembangan bicara atau bahasa pada anak autis
sering membuat mereka frustasi karena masalah komunikasi. Keterbatasan dalam
menangkap pesan yang disampaikan orang lain, dan kesulitan dalam merespon atau
menjawab percakapan serta keterbatasan dalam mengungkapkan atau mengekspresikan
diri akan keinginannya membuat mereka tertekan. Oleh karena itu perlu dilakukan
intervensi untuk membantu anak autis dalam berkomunikasi.
Gemah
( 2004, hal 7 ) mengatakan bahwa banyak anak autisme memperoleh hasil lebih baik bila belajar menggunakan
pendekatan visual ( penglihatan ). Belajar secara visual memudahkan anak
autisme untuk dapat berkonsentrasi dan memahami sesuatu, misalnya dengan
melihat benda yang konkrit, foto berwarna, gambar atau simbol.
Karakteristik anak autis dalam belajar yaitu
mudah memahami dan mengingat berbagai hal yang diraba (visual learning atau
visual thinking) dan mudah memahami berbagai hal yang dialami (hands on
learner). Oleh karena itu penggunaan alat bantu menggunakan strategi visual (
alat bantu visual ) dapat digunakan dalam mengajarkan ketrampilan komunikasi.
Salah satu strategi visual yang dapat digunakan untuk membantu anak autis
berkomunikasi adalah media compic. Compic sebagai salah satu alat bantu
komunikasi yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi non
verbal anak autis. Compic menekankan pemahaman dan kemampuan berkomunikasi anak
autis melalui gambar.
Autisme
merupakan gangguan perkembangan berat yang antara lain mempengaruhi cara
seseorang untuk berkomunikasi dan berhubungan dengan orang lain. Penyandang
autis tidak dapat berkomunikasi dengan orang lain secara efektif yang berarti
karena ketidakmampuan untuk berkomunikasi secara verbal maupun nonverbal. Oleh
karena itu, fokus penelitian ini adalah “ Pengaruh Penerapan Media Compic
Terhadap Kemampuan Komunikasi Nonverbal Anak Autis”.
B.
Identifikasi
Masalah
Berdasarkan
pada latar belakang masalah yang telah peneliti uraikan di atas dapat dikemukakan identifikasi
masalah-masalah sebagai berikut :
1.
Berdasarkan dari berbagai hasil penelitian
bahwa sebagian penderita autis mengalami gangguan berbahasa atau masalah
komunikasi. Keterbatasan anak autis meliputi anak autis dengan komunikasi
nonverbal. Dimana anak autis dapat berbicara tetapi belum tentu dapat
berkomunikasi.
2.
Penggunaan
suatu metode yang digunakan oleh guru atau terapi dalam melakukan komunikasi
dengan anak autis kurang tepat. Hal ini
diketahui bahwa penggunaan media lebih cenderung memusatkan perhatian anak
daripada melatih anak autis untuk berkomunikasi secara verbal. Sehingga perlu
adanya media yang menarik perhatian anak autis agar mampu melakukan komunikasi.
3.
Kemampuan komunikasi anak autis belum
maksimal. Penggunaan bahasa verbal cenderung dilakukan melalui perintah tanpa
disertai penggunaan bahasa nonverbal yang tidak mengerti maknanya.
C.
Pembatasan
Masalah
Tidak
semua masalah yang telah diuraikan dimuka akan diteliti. Oleh karena berbagai
keterbatasan dan untuk menghindari salah tafsir terhadap objek yang diteliti
serta agar penelitian ini lebih terfokus pada apa yang menjadi tujuan
penelitian, maka peneliti membatasi pada permasalahan sebagai berikut:
1.
Kemampuan komunikasi nonverbal yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hasil dari pengukuran tiga perlakuan meliputi : baseline ( pengukuran
awal), treatment ( perlakuan ), post treatment (seteleh perlakuan ) dan
evaluasi ( pengukuran terakhir setelah perlakuan ).
2.
Pengaruh penerapan Media Compic yang dimaksud disini adalah seberapa
jauh Media
Compic memberi pengaruh
terhadap kemampuan komunikasi anak autis yang
berfokus pada komunikasi nonverbal.
3.
Subjek penelitian adalah dua orang laki – laki atau perempuan yang
didiagnosa autis nonverbal.
D.
Perumusan Masalah
Dalam suatu penelitian ilmiah, hal penting yang pertama kali
harus dilakukan adalah merumuskan masalah. Hal ini dikarenakan perumusan
masalah menjadi suatu acuan mengenai hal atau objek apa yang akan diteliti
untuk ditemukan jawabannya. Pada hakikatnya seorang peniliti sebelum menentukan
judul dalam suatu penelitian maka harus terlebih dahulu menentukan rumusan
masalah, dimana masalah pada dasarnya adalah suatu proses yang mengalami
halangan dalam mencapai tujuan, maka harus dipecahkan untuk mencapai tujuan
suatu penelitian. (Soerjono Soekanto, 2006: 109).
Untuk memperjelas agar
permasalahan yang ada nanti dapat dibahas dengan lebih terarah dan sesuai
dengan sasaran yang diharapkan, maka penulis telah merumuskan permasalahan
sebagai berikut:
“Apakah Penerapan Media Compic Berpengaruh Terhadap
Kemampuan Komunikasi Nonverbal Anak Autis?”
E.
Tujuan
Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah dinyatakan sebelumnya,
maka untuk mengarahkan suatu penelitian diperlukan adanya tujuan dari suatu
penelitian. Tujuan penelitian dikemukan secara deklaratif dan merupakan
pernyataan-pernyataan yang hendak dicapai dalam penelitian tersebut. (Soerjono
Soekanto, 2006: 118-119).
Sesuai dengan rumusan
masalah yang disampaikan di atas maka penelitian ini bertujuan :
“
Untuk Mengetahui Pengaruh Penerapan
Media Compic Terhadap Kemampuan
Komunikasi Nonverbal Anak Autis”.
F.
Manfaat
Penelitian
Salah satu faktor pemilihan
masalah dalam penelitian ini bahwa hasil penelitian ini dapat bermanfaat karena
nilai dari sebuah penelitian ditentukan oleh besarnya manfaat yang dapat
diambil dari adanya penelitian tersebut. Suatu penelitian yang berhasil adalah
penelitian yang dapat memberi manfaat
baik secara praktis maupun teoritis, yang meliputi:
1.
Manfaat
Teoritis
Manfaat teoritis yaitu manfaat dari penulisan yang berkaitan
dengan pengembangan ilmu psikologi terutama dalam psikologi perkembangan dan
psikologi klinis. Dalam penulisan ini mempunyai manfaat teoritis sebagai
berikut:
a.
Dengan penelitian ini dapat
diketahui peran dari media compic dalam usaha membantu komunikasi anak autis
nonverbal.
b.
Dalam penelitian ini dibahas
hal – hal tentang penggunaan media compic sebagai alat atau media dalam
kemampuan komunikasi nonverbal, sehingga dengan demikian dapat memperkaya
penelitian – penelitian dalam bidang psikologi.
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis yaitu manfaat dari penulisan ini yang berkaitan
dengan pemecahan masalah. Dalam penulisan ini mempunyai manfaat praktis dari
sebagai berikut :
Hasil dari
penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi para
orangtua, terapis, guru, dan para ahli yang terlibat dalam penanganan autis
tentunya dalam meningkatkan kemampuan komunikasi non verbal melalui penggunaan
media compic.
BAB II
KAJIAN TEORI
1.
Tinjauan
Tentang Pengertian Media Compic
a.
Pengertian
Media Compic
Compic (Computer Picture) adalah bagian dari sistem
komunikasi yang diperluas yang terdiri dari perbendaharaan gambar sekitar 1800
buah gambar hasil kreasi dengan computer, masing-masing memiliki asosiasi
dengan sebuah kata atau frasa. Compic setingkat lebih tinggi dari gambar biasa
dan mampu mewakili tingkat selanjutnya dalam pengertian abstrak (Compic
Development Assosiation Inc. 1992). Compic semula merupakan media pengajaran
bahasa dan bicara anak yang dibuat oleh para ahli terapi bicara, ahli grafis
dan para ahli computer di Melbourne, ibu kota bagian Victoria-Australia. Orang
tua yang anaknya mengalami kesulitan berkomunikasi banyak yang mulai
menggunakan Compic.
Adapun yang disebut compic menurut “compic
development associations inc” ( 1994 )
adalah bagian dari sistem komunikasi yang diperluas, yang terdiri dari
perbendaharaan sekitar 1800 buah gambar hasil kreasi dengan menggunakan
computer, yang memiliki asosiasi dengan sebuah kata (www. what’s compics. com).
Selain Computer Picture pengertian Compic
antara lain: Computer Pictographs for Communication atau Computerized
Pictograph. Pictographs atau dalam bahasa Indonesia disebut
piktografi merupakan dasar penggunaan compic di Negara asalnya Australia. Piktograf adalah symbol atau tanda dengan
gambar yang sejak tahun 4000 SM telah dipakai dalam sistem tulisan kuno
seperti: Mesir, Romawi, Yunani dan Jepang.
Gambar Compic sederhana dan mudah dibuat tersedia
dalam enam jenis ukuran sesuai kebutuhan sehingga dapat dibuat untuk
bermacam-macam aplikasi. Selain untuk anak-anak dan orang dewasa yang mengalami
kesulitan berkomunikasi, gambar-gambar . Compic dapat juga dipakai oleh anak
Taman Kanak-kanak untuk memperkenalkan perbendaharaan kata dan perintah/
petunjuk. Dengan memakai Compic bukan berarti guru menyerah bila anak tidak
bicara atau membaca karena Compic merupakan bantuan visual sehingga pemahaman
terhadap bahasa yang disampaikan secara verbal dapat lebih jelas, terutama
untuk kata-kata atau perintah yang disampaikan secara verbal dapat lebih jelas,
terutama untuk kata-kata atau perintah yang abstrak.
Dari pengertian di atas dapat penulis simpulkan
bahwa : compic merupakan bagian dari sistem komunikasi yang diaplikasikan ke
dalam bentuk gambar hasil dari kreasi komputer, kemudian diasosiasikan melalui
sebuah kata atau frase yang berfungsi sebagai alat bantu pembelajaran dalam
ketrampilan membaca, menghafal kalimat atau benda, pemusatan perhatian dan
kemampuan berbicara.
b.
Kelebihan
Penggunaan Media Compic
Gambar Compic sederhana dan mudah dimengerti, dengan
demikian diharapkan dapat menjadi alat peraga/ media komunikasi yang efektif.
Compic digunakan untuk: Menunjukkan suatu benda, mengucapkannya, atau
membacanya; Menunjukkan keadaan atau situasi; Mengemukakan keinginan/ perintah;
Mengemukakan suatu pilihan; Mengemukakan perasaan; Menceritakan sesuatu;
Membuat jadwal kegiatan; Membuat lembar latihan.
Tahap-tahap memperkenalkan Compic: Dapat mengenali
suatu benda; Dapat mencocokkan benda dengan benda; Dapat mencocokkan benda
dengan foto; Dapat mencocokkan benda dengan gambar; Dapat mencocokkan benda
dengan Compic; Siap untuk memakai Compic; Aplikasi Compic: Labeling (Memberi
nama); Matching (Mencocokkan); Sorting (Memilih); Urutan Menyatakan
pilihan; Permainan (Domino); Poster; Jadwal; Kalimat/cerita; Membuat Peta;
Peraturan; Lembar Latihan.
Compic dirancang khusus untuk anak - anak
berkebutuhan khusus dan diprogramkan dengan baik agar dapat digunakan oleh
setiap individu baik anak – anak maupun dewasa. Compic dapat digunakan sebagai
alat bantu dalam pembelajaran ketrampilan dalam membaca, menghafal kalimat,
menghafal benda, pemusatan perhatian, serta kemampuan membaca.
Compic adalah sumber daya komunikasi yang
dikembangkan di Australia, compic dikembangkan sebagai komunikasi
augmentatif yang dapat digunakan dalam
berbagai situasi termasuk di sekolah, rumah sakit dan komunitas (www.
Scopeciv.org).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa :
penggunaan gambar atau simbol sangat membantu sebagai jembatan komunikasi bagi
anak autis nonverbal. Penggunaan compic sebagai media atau strategi visual
diharapkan dapat membantu komunikasi anak autis nonverbal sehingga mereka bisa
melakukan komunikasi bahkan bisa membantu mereka untuk berbicara atau
menggunakan suara.
2.
Tinjauan
Tentang Pengertian Kemampuan Komunikasi Non Verbal
a.
Pengertian
Kemampuan Komunikasi
Kegiatan
yang akan terus menerus dilakukan manusia di sepanjang hidupnya adalah
berkomunikasi. Komunikasi memang merupakan kebutuhan dasar manusia. Dengan
komunikasi orang menyampaikan keinginannya, baik secara langsung maupun tidak
langsung, verbal maupun non verbal. Bahkan untuk orang yang memiliki
keterbatasan sekalipun, komunikasi tetap penting adanya.
Dredge
dan Croswhite ( 1986, h.52 ) menjelaskan komunikasi sebagai proses dua arah
yang melibatkan seseorang yang memberi pesan dan orang lain yang menerima dan
bertingkahlaku sesuai pesan tersebut. Lebih lanjut Bondy dan Frost ( 2002, h.25
) mengatakan bahwa tujuan komunikasi adalah untuk mengungkapkan keinginan,
mengekspresikan perasaan dan bertukar informasi.
Dari
pengertian diatas disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi dapat mengarahkan
seseorang untuk bertindak sesuai kemauannya dalam mengekspresikan semua hal
yang dialaminya.
b.
Pengertian
Komunikasi
Jika
ditinjau dari asal kata, komunikasi ( communication) berasal dari kata Latin
communication dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama di sini maksudnya adalah sama makna. Untuk
mendapatkan komunikasi yang efektif maka haruslah ada persamaan makna,
persamaan persepsi, antara pemberi pesan dengan penerima pesan. Dalam
menyamakan persepsi perlu adanya stimulus dari penggunaan lambang – lambang
verbal agar menimbulkan respon tertentu.
Hovland,
Janis, dan Kelly,mendefinisikan komunikasi sebagai “ the process by wich an individual ( the communicator ) transmits
stimuli ( usually verbal) to modify the behavior of other individuals ( the
audience)” (1953: 12). Dance mengartikan komunikasi dalam kerangka
psikologi behaviorisme sebagai “ usaha menimbulkan respon melalui lambang –
lambang verbal”, ketika lambang-lambang verbal tersebut bertindak sebagai
stimuli. Lambang – lambang verbal yang dimaksudkan ialah bahasa dan pengucapan
sebuah kata.
Raymond
S. Ross ( 1974 : b7) mendefinisikan komunikasi sebagai : proses transaksi yang
meliputi pemisahan, dan pemilihan bersama lambang secara kognitif, begitu rupa
sehingga membantu orang lain untuk mengeluarkan dari pengalamannya sendiri arti
respon yang sama dengan yang dimaksud oleh sumber.
Dalam
kamus psikologi, Dictionary of Behavioral Science, menyebutkan enam pengertian
komunikasi :
1)
Penyampaian
perubahan energi dari satu tempat ke tempat yang lain seperti dalam sistem
saraf atau penyampaian gelombang – gelombang suara.
2)
Penyampaian
atau penerimaan signal atau pesan oleh organisme.
3)
Pesan
yang disampaikan
4)
(Teori
Komunikasi ). Proses yang dilakukan satu sistem untuk mempengaruhi sistem yang
lain melalui pengaturan signal- signal yang disampaikan
5)
(K.Lewin
). Pengaruh satu wilayah personal pada wilayah personal yang lain sehingga
perubahan dalam sau wilayah menimbulkan perubahan yang berkaitan pada wilayah lain.
6)
Pesan
pasien kepada pemberi terapi dalam psikoterapi. ( Wolman, 1973: 69 dalam Rakhmat, Jalaludin. 1989, hal 3 - 4).
Sosiologi
mempelajari komunikasi dalam konteks interaksi sosial, dalam mencapai tujuan –
tujuan kelompok. Colin Cherry ( 1964) mendefinisikan komunikasi sebagai “ usaha
untuk membantu satuan sosial dari individu dengan menggunakan bahasa atau
tanda. Hal 8
Berdasarkam
uraian diatas dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah proses penyampaian
pesan / informasi melalui penggunaan lambang – lambang bahasa verbal yang
bertujuan untuk menyamakan persepsi antara penerima pesan dan pemberi pesan.
c.
Pengertian
Komunikasi Non Verbal
Komunikasi
non verbal adalah suatu pesan yang disampaikan oleh komunikator dengan
menggunakan gerak isyarat tubuh dan anggota tubuh. Suatu komunikasi yang
efektif jika penggunaan komunikasi verbal disertai dengan komunikasi nonverbal.
Hal ini seperti dikemukakan oleh Mysak, 1980 ( Rogow, 1988 : 82) bahwa
efektifitas komunikasi menggunakan ucapan akan lebih baik bila didukung oleh
bahasa gerak tubuh, bahasa gerak tangan, bahasa gerak wajah, dan bahasa gerak
mulut ( Hadi, Purwaka. 2007, hal.95 ).
Penggunaan
komunikasi verbal sangat penting dalam melakukan komunikasi, seperti pendapat
Dale G. Leathers ( 1976 : 4 – 7 ), penulis Nonverbal Comunication System, menyebutkan enam alasan mengapa pesan
nonverbal sangat penting:
1. Faktor
– faktor nonverbal sangat menentukan makna dalam komunikasi interpersonal.
2. Perasaan
dan emosi lebih cermat disampaikan lewat pesan nonverbal ketimbang pesan
verbal.
3. Pesan
nonverbal menyampaikan makna dan maksud yang relatif bebas dari penipuan,
distrosi, dan kerancuan.
4. Pesan
nonverbal mempunyai fungsi metakomunikatif yang sangat diperlukan untuk
mencapai komunikasi yang berkualitas tinggi.
5. Pesan
nonverbal merupakan cara komunikasi yang lebih efisien dibandingkan dengan
pesan verbal.
6. Pesan
nonverbal merupakan sarana sugesti yang paling tepat.
Menurut Leathers ( 1976: 33 ) membagi
pesan nonverbal menjadi tiga kelompok besar: salah satunya pesan nonverbal
visual; pesan kinesik:
Pesan
kinesik yaitu penggunaan gerakan tubuh yang berarti, terdiri dari tiga komponen
utama: pesan fasial, pesan gestural, dan pesan postural. Pesan fasial;
penggunaan air muka untuk menyampaikan makna tertentu. Leathers menyimpulkan
penelitian – penelitian tentang wajahsebagai berikut : 1). Wajah
mengkomunikasikan penilaian dengan ekspresi senang atau tak senang, yang
menunjukan apakah komunikator memandang objek penelitiannya baik atau jelek 2).
Wajah mengkomunikasikan berminat atau tidak berminat pada orang lain atau
lingkungan 3). Wajah mengkomunikasikan intensitas keterlibatan dalam suatu
situasi 4). Wajah mengkomunikasikan tingkat pengendalian individu terhadap
pernyataannya sendiri 5). Wajah barangkali mengkomunikasikan adanya atau
kurangnya perhatian. Pesan gestural menunjukan gerakan sebagian anggota badan
seperti mata dan tangan untuk mengkomunikasikan berbagai makna. Menurut
Galloway, pesan gestural kita gunakan untuk mengungkapkan : 1) mendorong /
membatasi 2) menyesuaikan / mempertentangkan 3) responsif / tak responsif 4)
perasaan positif / negatif 5) memperhatikan / tidak memperhatikan 6)
melancarkan / tidak reseptif 7) menyetujui / menolak. Pesan postural berkenaan
dengan keseluruhan anggota badan. Postur ketika murid berhadapan dengan gurunya
( Rakhmat, Jalaludin. 1989, hal. 326 – 329 ).
Berdasarkam uraian
diatas dapat disimpulkan bahwa komunikasi nonverbal adalah pesan yang
disampaikan oleh seseorang kepada orang lain melalui gerak anggota tubuh, bertujuan untuk menyampaikan suatu informasi
melalui tanda atau isyarat tertentu yang diungkapkan melalui ekspresi yang
berbeda – beda. Anak autis nonverbal memiliki keterbatasan dalam berkomunikasi,
keterbatasan atau kesulitan ditunjukan dalam merespon instruksi atau menjawab
pertanyaan serta keterbatasan dalam mengungkapkan atau mengekspresikan diri
yang menyebabkan anak frustasi atau tertekan. Anak autis nonverbal menggunakan
beberapa bentuk komunikasi yaitu motorik, gesture, vocalization, sign language,
penggunaan objek atau foto serta gambar dan tulisan.
d.
Kemampuan
Komunikasi Non Verbal Anak Autis
Pada
anak autis ditemukan tidak semuanya dapat berbahasa verbal bahkan ada yang
sampai dewasa hanya bisa berbahasa nonverbal.
Menurut
Hetherington dan Parke ( 1986, h.103 ) ada dua kemampuan dasar dalam kemampuan
komunikasi yaitu perkembangan kemampuan untuk memahami bahasa yang digunakan
orang lain ( receptive language ) dan perkembangan kemampuan untuk memproduksi
bahasa ( production language ).
Fungsi
komunikasi yang paling penting adalah : ( Watson dkk, 1989):
1.
Meminta
sesuatu. Fungsi ini dapat diekspresikan secara verbal maupun non verbal
2.
Meminta
perhatian
3.
Menolak
. Terkadang fungsi ini berkembang berlebihan dan dapat menjadi masalah bagi
guru. Jika fungsi ini kurang berkembang, bahkan bisa menjadi masalah yang lebih
besar bagi penyandang autisme.
4.
Membuat
komentar ( tentang aspek – aspek yang terlihat di lingkungan saat itu )
5.
Memberi
informasi ( tentang hal – hal yang tidak langsung terlihat, masa lalu, masa
depan. Ini adalah konsep yang abstrak.
6.
Menanyakan
informasi
7.
Mengungkapkan
emosi.
Anak-
anak penyandang autisme memiliki banyak emosi, bahkan emosi yang ekstrim. Jika
mereka berbaring di sudut, menangis, atau terluka, mungkin mereka akan
menunjukan emosi, tapi ini tidak sama dengan berkomunikasi dengan orang lain. Anak
autis ingin berkomunikasi tetapi tidak tau caranya. Kita harus berusaha
mengubah perilaku prakomunikatif menjadi
perilaku komunikasi yang nyata ( Peeters, Theo. 2004, hal 83 – 84).
Komuniksi
non verbal memiliki berbagai fungsi, yaitu:
1. Untuk
menekankan
2. Untung
melengkapiuntuk menunjukan kontradiksi
3. Untuk
mengatur
4. Untuk
mengulangi
5. Untuk
menggantikan pesan verbal ( Gumilar, gumgum. Komunikasi non verbal. Bahan ajar Komunikasi Lintas Budaya).
Lambang komunikasi dapat dibedakan
menjadi lambang komunikasi umum, yaitu lambang komunikasi yang digunakan untuk
tujuan umum dalam berbagai bidang kehidupan manusia, contohnya mimik, gerak-
gerik, suara, bahasa, lisan dan tulisan. Sedangkan lambang komunikasi khusus
hanya digunakan untuk tujuan – tujuan khusus, tertentu pada salah satu bidang
kehidupan saja ( Vardiansyah, Dani.2004, hal. 62 ).
Dari uraian diatas dapat disimpulkan
bahwa kemampuan komunikasi adalah kemampuan yang dimiliki seseorang
dalam melakukan suatu proses hubungan dua arah atau interaksi baik secara
verbal maupun nonverbal dengan menggunakan gambar, isyarat, simbol, ekspresi
wajah atau tulisan.
3.
Tinjauan
Tentang Pengertian Autis
a.
Pengertian
Autis
Autis
pertama kali diperkenalkan oleh Leo Kanner ( tahun 1943 ) dan berasal dari kata
auto yang artinya sendiri. Istilah ini dimaksukan untuk menyebut anak yang
memiliki kelainan dengan gejala adanya gangguan kualitas dalam interaksi
sosial, komunikasi dan memiliki perilaku, minat serta kegiatan dengan pola yang
dipertahankan dan di ulang – ulang (Abdul Salim. 2007, hal 160 ).
Menurut
DSM IV ( Diagnostic and Statistical of Mental Disorders ke IV) autisme adalah
gangguan interaksi sosial, gangguan komunikasi, serta perilaku repetitif dan
stereotipik yang merupakan kumpulan gejala gangguan perkembangan ( Julia Maria,
van Tiel. 2007, hal. 197 – 198 ).
Berdasarkan
uraian diatas dapat disimpulkan bahwa autisme adalah merupakan gangguan
perkembangan pervasif yang mencakup gangguan dalam bidang interaksi sosial,
adanya gangguan pola perilaku, minat, kegiatan yang terbatas dan berulang, dan
kelemahan dalam komunikasi verbal maupun nonverbal.
b.
Faktor
Penyebab Autis
Penelitian
yang dilakukan oleh Dr. Eric Courcheshe ( dalam Heather W., 2000) melakukan Magnetic Resonance Imaging atau MRI pada
anak – anak penyandang autis dan menemukan adanya kelainan pada cerebellum atau otak kecil. Para pakar
berpendapat bahwa kemungkinan besar disebabkan oleh karena kekurangan oksigen,
infeksi, keracunan pada janin atau diturunkan secara genetik. Hal ini juga
ditemukan bahwa ternyata cerebellum mempunyai pengaruh besar terhadap kemampuan
bicara, pemusatan perhatian, emosi dan proses belajar anak (Abdul Salim. 2007,
hal. 161 – 162 ).
Penelitian
penting lainnya dilakukan oleh Dr. Margaret Bauman dan Dr. Thomas Kemper (
dalam Koegel R., 1996), mereka menemukan adanya gangguan spesifik di dalam cerebrum ( otak besar ). Gangguan
tersebut terutama terjadi pada bagian sistem
limbik yang disebut amygdala dan hippocampus.
Akibat gangguan ini anak menjadi lebih emosional, cenderung agresif dan
hiperaktif (Abdul Salim. 2007, hal. 162 ).
Pendapat
lain menyebutkan bahwa autisme disebabkan oleh multifaktor yang berkaitan satu
dengan yang lain, seperti genetik, abnormalitas fungsi pencernaan, polusi
lingkungan, gangguan imunologi, gangguan metabolisme, gangguan pada masa
kehamilan, abnormalitas susunan syaraf pusat, abnormalitas biokomiawi ( Widawati,
2003; Budi Santosa, 2005 dalam Abdul Salim. 2007, hal. 162 ).
Dari
penelitian dan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa penyebab autis adalah
karena ada kelainan pada otak, yaitu pada lobus
parietalis, cerebellum, dan sistem
limbik. Penyebab timbulnya kelainan pada otak diperkirakan oleh para
ilmuwan seperti faktor genetika, infeksi virus, kekurangan gizi serta polusi
udara dan air serta makanan yang diyakini sebagai faktor pemicu ( reinforcing factors ) yang terjadi pada fase pembentukan
organ tubuh bayi selama masa kehamilan berusia 0 – 4 bulan, serta pada masa
pertumbuhan organ otak yang terjadi setelah janin berusia 15 pekan.
c.
Karakteristik
Autis
Karakteristik
pada anak autis berbeda – beda tergantung dari gejala yang ditimbulkan. Akan
tetapi tanda – tanda atau ciri – ciri yang dimilik sebagian besar anak autis
seperti berikut;
Autisme ditandai oleh
ciri – ciri utama, antara lain:
1. Tidak
peduli dengan lingkungan sosialnya
2. Tidak
bisa bereaksi normal dalam pergaulan sosialnya
3. Perkembangan
bahasa dan bicara tidak normal
4. Reaksi
atau pengamatan terhadap lingkungan terbatas atau berulang – ulang dan tidak
padan
Ciri
– ciri utama diatas cenderung dimiliki oleh anak autis. Anak autis mengalami
masalah dalam hal bahasa dalam hal ini kemampuan komunikasi yang kurang.
Berikut ini disebutkan ciri – ciri anak yang mengalami gangguan perkembangan
dalam hal komunikasi- interaksi sosial- perilaku seperti:
1. Perkembangan
bicaranya terlambat atau sama sekali tidak berkembang
2. Tidaka
adanya usaha untuk berkomunikasi dengan gerak atau mimik muka untuk mengatasi
kekurangan dalam kemampuan bicara
3. Tidak
mampu untuk memulai suatu pembicaraan atau memelihara suatu pembicaraan dua
arah yanga baik
4. Bahasa
tidak lazim yang di ulang – ulang atau stereotip
5. Tidak
mampu untuk bermain secara imajinatif ( Prasetyono,
D.S.2008 )
Berdasarkan
uraian diatas dapat disimpulkan bahwa karakteristik anak autis pada umumnya
adalah mengalami kesulitan untuk berkomunikasi, penggunaan bahasa yang kurang
yaitu pengungkapan bahasa verbal maupun nonverbal.